Kampanye, Musim” Bapapai” ?

SuaraOne Banjarmasin Kalsel—Seorang yang mengaku kerja di lapangan,mengorganisasikan dukungan A, dukungan B. Mengabarkan bahwa peserta Pemilu sudah mulai “bapapai”. Para koordinator yang bekerja di lapangan, sudah menerima gazi bulan kedua dan bahkan ketiga. Pasarannya per pemilih untuk yang disebut “bapapai” tadi, antara 250 sampai 350, tanpa ragu orang itu menyebut angka, sesuai situasi lapangan yang diketahuinya.

Bahkan, dengan tegas mengatakan, “di tempat kami, tidak ada uang – tidak ada suara”. Uanglah yang menentukan suara. Di daerah ini si A sudah masuk. Di tempat itu si C juga sudah masuk. Kalau mau ikut masuk, sebaiknya cari tempat lain, agar tidak mengambil suara orang lain. Kecuali berani “mambilas”, “manapas” dan lain-lain istilah yang digunakan, dengan angka yang jauh lebih besar dari pasaran.

Baca Juga:  Dinas Sosial Kalsel Siapkan Berbagai Keperluan Untuk Tausyiah Dan Shalawat

Nanti, hari-hari jelang masa tenang, kata dia, orang-orang menunggu peserta Pemilu dukungan bohir, melakukan apa yang umum disebut “membom”, yaitu serangan mendadak untuk mengubah pilihan pada yang memberikan paling akhir dan paling banyak. Pada saat itulah peta dukungan yang sudah disusun rapi, seketika berubah.

Mendengar cerita tersebut, antara nyata dan tidak. Tidak dipercaya tapi faktanya disebutkan. Dipercaya, namun terasa mustahil. Sebab jumlah uang untuk dapat melakukan hal tersebut di luar nalar.

Apalagi bagi caleg yang mengandalkan proses. Berjuang dari rumah ke rumah. Memperkenalkan diri satu persatu. Hanya bermodal kartu nama, kalender, dan keramahan serta tekad untuk nekat mendatangi rumah warga, rasanya cerita tersebut memupus harapan.

Baca Juga:  Berlangsung Khidmat, Pemkab Wajo Gelar Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila

Benarkah separah itu money politik pemilu kita? Benarkah orientasi kebanyakan orang untuk memilih didasari uang? Benarkah setiap kali caleg memperkenal diri selalu ditanya “adakah duitnya”? Benarkah hari-hari sekarang ini sudah memasuki musim “bapapai”? Saya tidak percaya, tapi terus bertanya. (nm)

Ambin Demokrasi
Oleh: Noorhalis Majid